/* ----- NAVBAR MENU ----- */ #NavbarMenu { width: 875px; height: 35px; background:#FF6600 url(http://i802.photobucket.com/albums/yy308/penerjemah/navbar-hitam.png) repeat-x top; color: #ffffff margin: 0 auto 0; padding: 0; font: bold 11px Arial, Tahoma, Verdana; border-top: 1px solid #ffffff; border-bottom: 1px solid #ffffff; } #NavbarMenuleft { width: 680px; float: left; margin: 0; padding: 0; } #nav { margin: 0; padding: 0; } #nav ul { float: left; list-style: none; margin: 0; padding: 0; } #nav li { list-style: none; margin: 0; padding: 0; } #nav li a, #nav li a:link, #nav li a:visited { color: #ffffff; display: block; text-transform: capitalize; margin: 0; padding: 9px 15px 8px; font: normal 15px Georgia, Times New Roman; } #nav li a:hover, #nav li a:active { background:#FF6600; color: #ffffff; margin: 0; padding: 9px 15px 8px; text-decoration: none; } #nav li li a, #nav li li a:link, #nav li li a:visited { background: #ffffff url(http://i802.photobucket.com/albums/yy308/penerjemah/navbar-hitam.png) repeat-x top; width: 150px; color: #ffffff; text-transform: lowercase; float: none; margin: 0; padding: 7px 10px; border-bottom: 1px solid #ffffff; border-left: 1px solid #ffffff; border-right: 1px solid #ffffff; font: normal 14px Georgia, Times New Roman; } #nav li li a:hover, #nav li li a:active { background: #FF6600; color: #ffffff; padding: 7px 10px; } #nav li { float: left; padding: 0; } #nav li ul { z-index: 9999; position: absolute; left: -999em; height: auto; width: 170px; margin: 0; padding: 0; } #nav li ul a { width: 140px; } #nav li ul ul { margin: -32px 0 0 171px; } #nav li:hover ul ul, #nav li:hover ul ul ul, #nav li.sfhover ul ul, #nav li.sfhover ul ul ul { left: -999em; } #nav li:hover ul, #nav li li:hover ul, #nav li li li:hover ul, #nav li.sfhover ul, #nav li li.sfhover ul, #nav li li li.sfhover ul { left: auto; } #nav li:hover, #nav li.sfhover { position: static; }

Sabtu, 08 Juni 2013

TUGAS KULIAH ^^

PENDAHULUAN

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan aalam lainya). Saponin  umumnya berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.

Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009). Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae, curcurbitaceae, dan araliaceae.

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
Sifat-sifat Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).

KLASIFIKASI
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.


Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung. 

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).


Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).



BIOSINTESIS
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari dua farnesil piroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga  terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986). Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom karbon


MACAM SAPONIN
Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.

Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernapasan. Ikan yang mati karena racun saponin , tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensitiosianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).

Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin. Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin. Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa struktur saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska, antioksidan, merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral dalam usus. Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti virus (Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya di pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin dan beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey & Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia masukan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang dari 10 menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.

PENUTUP
Suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa sapogenin disebut saponin. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air, sehingga akan mengakibatkan terbentuknya buih pada permukaan air setelah dikocok. Senyawa saponin dibagi menjadi 2 berdasarkan jenis sapogenisnya yang menempel pada molekulnya yaitu saponin steroid dan saponin triterpen. Saponin steroid biasanya bersifat netral, dan disebut juga sebagai glikosida jantung kaerana mempengaruhi kerja otot jantung. Yang kedua adalah saponin triterpen yang merupakan saponin yang mememiliki sapogenis berupa triterpen.  Kedua jenis saponin diatas disintesis melalui jalur asam mevalonat yang berasal dari asam asetat. Sebelum membentuk sapogeninnya asam mevalonat akan membentuk rantai triterpen yang disebit squalen. Squalen ini mengalami oksidasi menjadi epoksidasqualen setelah itu terjadi siklisisasi dan dibagi menjadi dua jalur. Jalur pertama akan di peroleh lanosterol dan jalur kedua akan membentuk triterpen dengan berbagai bentuk.

DAFTAR PUSTAKA
Amirth,Pal,Singh,2002. A Trestie on Phytochemistry. Emedia Sience Ltd.
Burger,I.,Burger,B,V.Albrecht,C.F.Spicies,H.S.C. and Sandor.P.,1998. Triterpenoid saponin
From Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry.49. 2087-2089.
Depkes RI,1995. Materia Medika Indonesia, Depkes RI : Jakarta.
Harbrone.J.B.,1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis Tumbuhan,
Terbitan Kedua,ITB : Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin Dunia Kedokteran, No.58.
Morrisey JP dan Ousbon AE, 1999. Fungal Resistence to Plant Antibiotic as a Mechanism of
Phatogenesis. Mikrobiologi and molecular biologi. Reviw 63, 708-729
Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung
Yoshiki Y, Kudo & Okobo K,1998. Relationship Between Cemical Structure and Biologica
Activities of Triterpenoid Saponin from Soybean (Reviw) Biosience Biotechnology and Biochemistry. 62. 2291-2292.


PENDAHULUAN

Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan asam (Harbrone,1996). Saponin merupakan golongan senyawa alam yang rumit, yang mempunyai massa dan molekul besar, dengan kegunaan luas (Burger et.al,1998) Saponin diberi nama demikian karena sifatnya menyerupai sabun “Sapo” berarti sabun. Saponin adalah senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal juga jenis saponin yaitu glikosida triterpenoid dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai spirotekal. Kedua saponin ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonya disebut sapogenin, diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim (Robinson,1995).

Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua bagian yang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda struktur dengan senywa sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang terdiri daro glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan aalam lainya). Saponin  umumnya berasa pahit dan dapat membentuk buih saat dikocok dengan air. Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009). Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal sebagai saraponin.

Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009). Tumbuhan yang mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari Keluarga Caryophyllaceae. Senywa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae, curcurbitaceae, dan araliaceae.

Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi dalam tumbuh-tumbuhan tidak diketahui mungkin sebagai penyimpan karbohidrat atau merupakan weste product dan metabolism tumbuh-tumbuhan kemungkinan lain adalah sebagai pelindung terhadap serangan serangga.
Sifat-sifat Saponin :
a. Mempunyai rasa pahit
b. Dalam larutan air membentuk busa stabil
c. Menghemolisa eritrosit
d. Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
e. Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroid lainya
f. Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
g. Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan formula empiris yang mendekati

Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan permukaan (Surface tenstn) dengan hidrolisis lengkap akan dihasilkan sapogenin (aglikon) dan karbohidrat (heksosa, pentose, dan Saccharic acid) (Kim Nio,1989).

KLASIFIKASI
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin steroid dan saponin triterpenoid.


Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung. 

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam ttumbuhan Asparagus sarmentosus yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).


Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatosida. Senyawa ini terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).



BIOSINTESIS
Biosintesis pada kedua jenis senyawa ini hampir sama baik saponin denga steroid maupun triterpen. Semua senyawa ini melalui jalur asam mevalonat yang diperoleh dari asetil CoA . Sebelum membentuk steroid biosintesis ini membentuk senyawa squalen yang merupakan jenis triterpen yang merupakan gabungan Dari dua farnesil piroposfat. Setelah membentuk squalen, maka terjadi reaksi oksidasi pada atom C nomor 3 sehingga  terbentuk OH, setelah itu terjadi pembentukan epoksidasqualen. Senyawa ini akan terjadi siklisasai menjadi lanosterol yang merupakan bentuk dasar dari senyawa steroid(Arifin, 1986). Sedangkan perbedaannya dengan triterpen adalah pada jumlah cincin dan bnetuk cincin keempat dan kelima, pada triterpen masing-masing cincin tersebut memiliki 5 atom karbon


MACAM SAPONIN
Macam-macam saponin berbeda sekali komponen kimianya, yaitu berbeda pada aglikon (sapogenin) dan juga karbohidratnya sehingga tumbuhan-tumbuhan tertentu dapat mempunyai macam-macam saponin yang berlainan seperti :
a. Quilage saponin, Campuran dari 3 atau 4 saponin
b. Alfafa saponin, Campuran dari paling sedikit 5 saponin
c. Soy Bean saponin, terdiri dari 5 fraksi yang berbeda dengan sapogenin atau karbohidratnya, atau dalam kedua-duanya.

Kematian pada ikan, mungkin disebabkan oleh gangguan pernapasan. Ikan yang mati karena racun saponin , tidak toksik untuk manusia bila dimakan. Tidak toksiknya untuk manusia dapat diketahui dari minuman seperti bir yang busanya disebabkan oleh saponin. Contoh glikosida lain adalah tioglikosida dan bessiltioglikosida. Bila dihidrolisis dengan enzim akan menghasilkan tiosianat, isotiosianat dan bensitiosianat yang merupakan racun dan mempunyai sifat antitiroid. Zat-zat toksik tersebut ada pada bawang, selada air, kacang-kacangan (seperti : Kacang tanah,kacang kedelai), dan juga macam-macam kol (Kim Nio,1989).

Saponin dalam bentuk gugus triterpenoid dan glikosida adalah steroid umum dalam produk tumbuh-tumbuhan. Berupa efek biologi telah dianggap dari saponin. Penelitian yang efektif telah dilakukan pada membrane permeable, sebagai pertanahan tubuh (sistim imun), antikangker, sifat antikolesterol dari saponin. Saponin juga telah terbukti secara signifikan mempengaruhi pertumbuhan, konsumsi makanan dan reproduksi pada hewan percobaan. Beragam senyawa struktur saponin juga telah diamati untuk membunuh protozoa, moluska, antioksidan, merusak pencernaan protein dan penyerapan vitamin dan mineral dalam usus. Menyebabkan hipoglikemia dan bertindak sebagai anti jamur dan anti virus (Yoshiki et al,1998). Peran Fisiologi saponin pada tananman belum sepenuhnya di pahami meskipun ada sejumlah publikasi menggambarkan identifikasi saponin dan beberapa efek pada sel hewan, jamur dan bakteri. Hanya sedikit yang diketahui fungsi saponin untuk tumbuhan itu sendiri. Banyak saponin diketahui antimikroba untuk menghambat jamur dan untuk melindungi tanaman dari serangga. Saponin dianggap sebagai dari sistim pertahanan tanaman dan dengan demikiandimasukan dalam kelompok besar mol pelindung pada sel tumbuhan (Morrisey & Osboun,1999). Cara identifikasi saponin, timbang 500 mg serbuk simplisia masukan kedalam tabung reaksi, tambahkan 10 ml air panans, dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik terbentuk buih putih yang stabil tidak kurang dari 10 menit sehingga 1-10 cm. Pada penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang, menunjukan bahwa dalam simplisia tersebut mengandung saponin.

PENUTUP
Suatu glikosida yang memiliki aglikon berupa sapogenin disebut saponin. Saponin dapat menurunkan tegangan permukaan air, sehingga akan mengakibatkan terbentuknya buih pada permukaan air setelah dikocok. Senyawa saponin dibagi menjadi 2 berdasarkan jenis sapogenisnya yang menempel pada molekulnya yaitu saponin steroid dan saponin triterpen. Saponin steroid biasanya bersifat netral, dan disebut juga sebagai glikosida jantung kaerana mempengaruhi kerja otot jantung. Yang kedua adalah saponin triterpen yang merupakan saponin yang mememiliki sapogenis berupa triterpen.  Kedua jenis saponin diatas disintesis melalui jalur asam mevalonat yang berasal dari asam asetat. Sebelum membentuk sapogeninnya asam mevalonat akan membentuk rantai triterpen yang disebit squalen. Squalen ini mengalami oksidasi menjadi epoksidasqualen setelah itu terjadi siklisisasi dan dibagi menjadi dua jalur. Jalur pertama akan di peroleh lanosterol dan jalur kedua akan membentuk triterpen dengan berbagai bentuk.

DAFTAR PUSTAKA
Amirth,Pal,Singh,2002. A Trestie on Phytochemistry. Emedia Sience Ltd.
Burger,I.,Burger,B,V.Albrecht,C.F.Spicies,H.S.C. and Sandor.P.,1998. Triterpenoid saponin
From Bacium gradivlona Var. Obovatum Phytochemistry.49. 2087-2089.
Depkes RI,1995. Materia Medika Indonesia, Depkes RI : Jakarta.
Harbrone.J.B.,1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis Tumbuhan,
Terbitan Kedua,ITB : Bandung Kim Nio, Ocy.,1989. Zat-zat toksik yang secara alamiah ada pada tumbuhan nabati. Cermin Dunia Kedokteran, No.58.
Morrisey JP dan Ousbon AE, 1999. Fungal Resistence to Plant Antibiotic as a Mechanism of
Phatogenesis. Mikrobiologi and molecular biologi. Reviw 63, 708-729
Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung
Yoshiki Y, Kudo & Okobo K,1998. Relationship Between Cemical Structure and Biologica
Activities of Triterpenoid Saponin from Soybean (Reviw) Biosience Biotechnology and Biochemistry. 62. 2291-2292.

KERAJAAN SOSMAS BEMFMIPA ITS

SOSMAS BEM FMIPA ITS punya cerita nie....tapi langsung aja ya liat video pergerakan kerajaan sosmas di kampung binaannya ^^..check it out

TUGAS SINTESIS SENYAWA ANORGANIK



MAKALAH SINTESIS SENYAWA ANORGANIK
Sintesis LiNi1-yCoyO2 menggunakan Metode Solid State (Padat-Padat)


Disusun oleh:

1.          Reza Bakhtiar                         1409.100.009
2.          Ferina Aulia                            1409.100.707
3.          Rizak Gitami Sativa                1410.100.007
4.          Ginaris Prio U.                        1410.100.015
5.          Zahidatul Mustabsyiroh          1410.100.025
6.          Prasiska Eviati                         1410.100.033
7.          Hendra Siswanto K.               1410.100.043
8.          Anggita Rara K.M.                 1410.100.051
9.          Achmad Fahmi Y.                  1410.100.058
10.      Hamdan Dwi R.                      1410.100.065
11.      Iva Amelia V.                         1410.100.075















JURUSAN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2013




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Senyawa anorganik banyak disintesis dengan beberapa metode, yaitu metode hidrotermal, sol-gel, kopresipitasi, dan solid-state. Metode solid-state memiliki beberapa keuntungan, yaitu tidak memerlukan banyak prekursor dan metodenya sederhana. Pada metode solid state, prekursor yang digunakan berwujud padatan dan biasanya menggunakan suhu yang relatif tinggi.
Salah satu penggunaan metode solid state yaitu untuk sintesis oksida logam transisisi. Oksida logam transisi yang telah diidentifikasi sebagai katoda dalam baterai lithium sekunder adalah LiCoO2, LiNiO2, dan LiMn2O4. Namun, material-material tersebut masih memiliki banyak kekurangan yaitu mahal dan tidak dapat didaur ulang. Oleh karena itu, dibuat material gabungan antara LiCoO2 dan LiNiO2 menjadi LiNi1-yCoyO2 karena dapat meningkatkan kinerja sel dengan menurunkan jumlah ion nikel yang menghambat difusi lithium.
Pada percobaan sebelumnya, LiNi1-yCoyO2 disintesis dari prekursor LiOH∙H2O, NiO, dan Co3O4 dengan metode solid state. Dengan menggunakan prekursor tersebut, ukuran partikel yang dihasilkan cukup besar dan kinerja daur ulangnya cukup baik. Percobaan yang lain dengan sintesis senyawa Li1,1Ni0,8Co0,2O2 pada fasa non-stoikiometri dengan menggunakan asam oksalat sebagai agen pengkhelat metode sol gel menunjukkan hasil yang bagus dari karakteristik elektrokimia dengan melepaskan kapasitas 182mAh/g.
Pada percobaan ini, material katoda LiNi1-yCoyO2 (y = 0.1, 0.3, dan 0.5) disintesis dari prekursor Li2CO3, NiO, dan Co3O4 dengan metode solid state pada temperatur yang berbeda.

1.2  Permasalahan
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan maka permasalahan yang akan dikaji dalam makalah ini adalah bagaimana sintesis LiNi1-yCoyO2 dari prekursor Li2CO3, NiO, dan Co3O4 dengan metode solid state dan apa sajakah aplikasinya.



1.3  Tujuan
Tujuan dilakukannya percobaan ini adalah untuk sintesis LiNi1-yCoyO2 dari prekursor Li2CO3, NiO, dan Co3O4 dengan metode solid state dan mengetahui aplikasinya.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sintesis Kimia Padat (Solid State)
Reaksi kimia keadaan padat merupakan salah satu teknik yang secara luas telah digunakan dalam penyediaan padatan polikristalin, dimana padatan kristalin disintesis secara langsung dari pereaksi-pereaksinya yang berwujud padat. Teknik ini biasanya menggunakan suhu yang tinggi bahkan mencapai 1000 hingga 1500°C. Suhu ini dipilih karena dalam kenyataannya padatan-padatan tidak akan bereaksi pada suhu kamar, sementara pada suhu tinggi, laju reaksi padatan-padatan itu akan cukup tinggi.
2.2 Tipe-tipe Material Padat
Teknik sintesis padatan terkait erat dengan bentuk produk yang diinginkan. Beberapa bentuk yang dapat diadopsi oleh padatan dan kegunaan bentuk itu dijelaskan sebagai berikut:
·      Kristal tunggal: bentuk ini biasanya dipilih untuk keperluan karakterisasi struktur dan sifat.
·      Serbuk polikristalin (kristalinitas tinggi): serbuk polikristalin sering digunakan untuk karakterisasi struktur dan sifat bila kristal tunggal tidak mungkin didapatkan. Tipe serbuk ini juga disukai untuk produksi di industri maupun dalam aplikasi tertentu.
·      Serbuk polikristalin (dengan luas permukaan besar): serbuk ini diinginkan untuk reaksi lebih lanjut dan aplikasi tertentu seperti katalisis dan bahan elektroda.
·      Amorf (gelas): amorf tidak memiliki keteraturan translasi berorde panjang dan umumnya digunakan untuk aplikasi yang memerlukan keunggulan sifat optis dan konduktor ionik.
·      Film-tipis: film tipis digunakan secara luas dalam mikroelektronik dan telekomunikasi
(Ismunandar, 2006)
2.3 Keuntungan dan Kekurangan Metode Solid State
Reaksi pada kondisi padat dilakukan pada temperature tinggi memilik keuntungan antara lain kristal yang dihasilkan memiliki kemurnian  dan kristalinitas yang baik. Tetapi hasil sintesis yang diperoleh pada metode ini menghasilkan partikel dengan  ukuran besar dan morfologi tidak teratur.
2.4 Pengertian Kalsinasi
Kalsinasi adalah proses penghilangan air, karbon dioksida atau gas lain yangmempunyai ikatan kimia dengan bijih. Contoh; Hidrat, karbonat. Proses inidilakukan pada temperatur tinggi namun bijih itu tidak mengalami leleh, pada proses ini juga tidak terjadi penambahan reagen. Kalsinasi adalah proses endotermik artinya memerlukan panas, dan juga lebih endotermik daripada proses Drying. Kalsinasi adalah proses yang endotermik, yaitu memerlukan panas hal inidapat dilihat dari nilai ΔHo yang postif. Panas diperlukan untuk melepas ikatan kimia dari air kristal karena dengan panas maka ikatan kimia akan menjadi renggang dan pada temperatur tertentu atom- atom yang berikatan akan bergerak sangat bebas menyebabkan terputusnya ikatan kimia.
Penentuan dari suhu kasinasi dapat dilakukan dengan analisa termal senyawa menggunakan instrument DTA dan TGA.

a.        TGA (Analisis Termogravimetri)

Analisis termogravimetri merupakan analisis termal pertama yang digunakan untuk mengetahui karakterisasi suatu material baru. TGA memberikan informasi mengenai komponen dari material dan stabilitas oksidatif (dekomposisi dalam keadaan inert dan oksidasi pada kondisi atmosfer). Analisis termogravimetri merupakan teknik dimana massa dari suatu sampel diukur dengan perubahan waktu atau suhu dan perubahan suhu tetap dalam kondisi atmosfer. Metode ini sangat berguna untuk menganalisa kemurnian sampel, kandungan air, karbonat dan kandungan organik untuk mempelajari reaksi dekomposisi (McMahon, 2007).
Instrumen TGA sangat sensitif untuk mengukur perubahan massa suatu sampel yang dipanaskan pada ruang dengan suhu sekitar 1000°C atau lebih. Termokopel diletakkan sangat dekat dengan sampel untuk merekam secara berkelanjutan terhadap suhu sebagai perubahan massa yang terjadi. Sampel dipanaskan dengan gas inert seperti nitrogen dan helium, tetapi udara atau oksigen juga dapat digunakan ketika dilakukan pengukuran stabilitas oksidatif. Banyaknya perubahan massa yang terjadi merupakan hilangnya massa karena proses volatilisasi atau dekomposisi. Instrumen TGA didesain dengan adanya kontrol kelembaban sehingga kecepatan dari absorpsi dan desorpsi dapat diukur sebagai fungsi waktu, temperatur, dan kelembaban relatif.
Instrumen TGA memiliki kelemahan yaitu kesulitan pengukuran kuantitatif terhadap perubahan massa. Hal ini dikarenakan hilangnya massa karena suhu dapat terjadi pada hilangnya massa pada sampel yang akan dianalisis selain komponen yang bersifat volatil. Perubahan suhu dan kecepatan yang lambat dapat mereduksi sampel, meskipun kecepatan pemanasan yang rendah dapat meningkatkan produktifitas reduksi. Kurva perubahan resultan dari massa dengan pengaruh suhu disebut kurva termografimetrik (TG) (Nielsen, 2010).
Gambar II.1 Data Analisis Termogravimetri

b.        Thermogravimetric Analysis (TGA)

Thermogravimetri adalah teknik untuk mengukur perubahan berat dari suatu senyawa sebagai fungsi dari suhu ataupun waktu. Hasilnya biasanya berupa rekaman diagram yang kontinu; reaksi dekomposisi satu tahap yang skematik diperlihatkan pada Gambar 1. sampel yang digunakan, dengan berat beberapa miligram, dipanaskan pada laju konstan, berkisar antara 1 – 20°C/menit, mempertahan berat awalnya , Wi, sampai mulai terdekomposisi pada suhu Ti. Pada kondisi pemanasan dinamis, dekomposisi biasanya berlangsung pada range suhu tertentu, Ti – Tf, dan daerah konstan kedua teramati pada suhu diatas Tf, yang berhubungan harga berat residu Wf. Berat Wi, Wf, dan ΔW adalah harga-harga yang sangat penting dan dapat digunakan pada perhitungan kuantitatif dari perubahan komposisinya, dll. Bertolak belakang dengan berat, harga Ti dan Tf, merupakan harga yang bergantung pada beragam variabel, seperti laju pemanasan, sifat dari padatan (ukurannya) dan atmosfer di atas sampel. Efek dari atmosfer ini dapat sangat dramatis, seperti yang diperlihatkan pada Gambar 1 untuk dekomposisi CaCO3; pada kondisi vakum, dekomposisi selesai sebelum ~ 500°C, namun dalam CO2 tekanan atmosfer 1 atm, dekomposisi bahkan belum berlangsung hingga suhu di atas 900°C. Oleh sebab itu, Ti dan Tf merupakan nilai yang sangat bergantung pada kondisi eksperimen, karenanya tidak mewakili suhu-suhu dekomposisi pada equilibrium.
2.6 Aplikasi Padatan
Baterai lithium lazim digunakan dalam berbagai perangkat elektronik seperti ponsel, MP3 player, laptop, dll.. Baterai ini bisa diisi ulang dan memiliki kepadatan energi yang tinggi dibandingkan jenis baterai lain disamping bobotnya yang lebih ringan. Baterai lithium memiliki kemampuan penyimpanan energi tinggi per satuan volume. Energi yang tersimpan merupakan jenis energi elektrokimia. Energi elektrokimia merupakan jenis energi listrik yang berasal dari reaksi kimia yang dalam hal ini terjadi di dalam baterai.
Gambar 2.2 Baterai Lithium

Cara Kerja Sel Elektrokimia
Agar bisa berfungsi, setiap sel elektrokimia harus memiliki dua elemen penting yaitu elektroda dan elektrolit. Elektroda terdiri dari dua jenis yaitu anoda dan katoda yang menghantarkan energi listrik (ion). Anoda dihubungkan ke terminal negatif baterai sementara katoda dihubungkan ke terminal positif baterai. Elektroda terendam dalam elektrolit yang bertindak sebagai medium cair untuk pergerakan ion. Elektrolit juga bertindak sebagai buffer dan berfungsi membantu reaksi elektrokimia dalam baterai.Pergerakan elektron dalam elektrolit dan di antara elektroda akan menghasilkan arus listrik.
Cara Kerja Baterai Lithium-Ion
Anoda dan katoda baterai lithium-ion terbuat dari karbon dan oksida lithium. Sedangkan elektrolit terbuat dari garam lithium yang dilarutkan dalam pelarut organik. Bahan pembuat anoda sebagian besar merupakan grafit sedangkan katoda terbuat dari salah satu bahan berikut: lithium kobalt oksida (LiCoO2), lithium besi fosfat (LiFePO4), atau lithium oksida mangan (LiMn2O4). Elektrolit yang umum digunakan adalah garam lithium seperti lithium hexafluorophosphate (LiPF6), lithium tetrafluoroborate (LiBF4), dan lithium perklorat (LiClO4) yang dilarutkan dalam pelarut organik seperti etilen karbonat, dimetil karbonat, dan dietil karbonat. Elektrolit yang digunakan bersifat tidak larut dalam air karena lithium (logam alkali yang sangat reaktif) bereaksi dengan air membentuk hidroksida lithium dan gas hidrogen yang tidak diinginkan.
Selama pengisian (charging), ion lithium dari katoda berpindah ke anoda dan menetap di lapisan anoda. Pada proses ini, ion lithium mengalir melalui elektrolit. Selama proses pemakaian, ion lithium bergerak kembali ke katoda dari anoda. Setelah baterai dipakai, elektron mengalir berlawanan dengan arah ion lithium di sirkuit luar. Karena terjadinya pergerakan elektron, maka arus listrik bisa dihasilkan.


BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Prosedur Percobaan
Sintesis LiNi1-yCoyO2 dilakukan dengan menggunakan metode solid state dimana prekursor yang digunakan antara lain: Li2CO3 (Pure analyt, kemurnian 99%), NiO (Pure analyt, kemurnian 99,9%) dan Co3O4 (Pure analyt, kemurnian 99,9%).
Dalam penelitian ini ketiga prekursor penyusun LiNi1-yCoyO2 dengan komposisi y= 0,1; 0,3; dan 0,5. Ketiga prekursor dicampurkan dan di pelet. Pelet yang terbentuk di panaskan pada suhu 650°C selama 20 jam. Selanjutnya dihaluskan dan dipelet lagi kemudian dikalsinasi pada suhu 800-850°C selama 20 jam. Pelet yang telah dikalsin didinginkan dengan laju pendinginan 50°C /menit. Setelah dingin pelet di gerus lagi dan dipelet lagi. Selanjutnya dilakukan kalsinasi lagi untuk yang kedua kalinya pada suhu 800-850°C selama 20 jam lagi.
Identifikasi fase hasil sintesis dilakukan dengan instrumentasi XRD dengan radiasi Cu Kα menggunakan difraktometer Rigaku type III/A X-ray. Scaning dilakukan dengan kecepatan scaning 4°/menit dan sudut difraksi yang digunakan 10°≤2θ≤70°. Morfologi sampel diamati dengan menggunakan instrumentasi FE-SEM.
Selanjutnya dibuat sel elektrokimia dengan LiNi1-yCoyO2 sebagai katoda, Li foil sebagai anoda dan elektrolit. Preparasi dilakukan dengan melarutkan 1 M LiPF6 dalam campuran etilen karbonat (EC) dan dimetil karbonat (DMC) denan perbandingan volume 1:1. Tes elektrokimia dilakukan pada suhu kamar  denganmetode  potensiostatik / galvanostatik. Sel yang digunakan dialiri  arus 200 mA/cm2 per siklus  denan tegangan antara 3.2 dan 4.3 V.



3.2 Skema Kerja
Dicampur dan dipelet
Dihaluskan dan dipelet
Dihaluskan dan dipelet
Dipanaskan pada suhu 650°C, 20 jam
Dikalsinasi pertama pada suhu 800-850°C selama 20 jam
Dikalsinasi kedua pada suhu 800-850°C selama 20 jam
Pembuatan sel
Pengujian sel







BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

Dalam penelitian ini dilakukan sintesis padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) menggunakan prekursor Li2CO3, NiO dan Co3O4 menggunakan metode solid state (padat-padat). Ketiga padatan dikalsinasi pada suhu 800°C dan 850°C selama 20 jam dan 40 jam. Kedua padatan yang dikalsinasi pada suhu 800°C dan 850°C memiliki struktur a-NaFeO2 dengan sistem rhombohedral. Hasil sintesis dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X (XRD) dan SEM. Hasil XRD untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) yang dikalsinasi pada suhu 800°C selama 20 jam ditunjukkan pada gambar 1 sedangkan gambar 2 merupakan hasil XRD untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) yang dikalsinasi pada suhu 800°C selama 40 jam.
Berdasarkan difaktogram pada gambar 1 didapatkan dua puncak tajam pada sudut difraksi 2θ= 18° dan 45°. Diduga puncak tersebut adalah puncak milik LiNi1-yCoO2. Terdapat pula puncak pengotor yang muncul pada sudut difraksi 2θ= 21° dan 32° yang diidentifikasikan sebagai puncak dari fase Li2CO3. Pola XRD pada gambar 2 juga menunjukkan puncak tajam pada 2θ= 18° dan 45° serta puncak dari fase pengotor Li2CO3 pada 2θ= 21° dan 32°. Jika dibandingkan dari kedua difaktogram pada gambar 1 dan gambar 2 diketahui bahwa puncak dari fase LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) memiliki intensitas yang semakin tajam sedangkan puncak dari fase Li2CO3 semakin berkurang. Seiring lamanya waktu kalsinasi maka kandungan Co semakin meningkat sehingga intensitas dari fase LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) semakin tajam sedangkan intensitas dari puncak fase Li2CO3 semakin berkurang. Variasi nilai y juga mempengaruhi profil difaktogram hasil XRD dimana intensitas dari puncak fase Li2CO3 semakin berkurang dengan meningkatnya nilai y sehingga difaktogram untuk sampel LiNi0.5Co0.5O2 yang mengandung fase pengotor paling sedikit.

Gambar 4.1 Pola XRD untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) hasil kalsinasi pada 800°C selama 20 jam
Gambar 4.2 Pola XRD untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) hasil kalsinasi pada 800°C selama 40 jam
 



Morales ,dkk telah melaporkan rasio intensitas dari puncak 003 dan 104, I003/I104 untuk stoikhiometri lengkap dari komposisi LiNiO2 yang bernilai 1.3. Ohzuku, dkk melaporkan bahwa rasio intensitas puncak 003 dan 104 merupakan parameter kunci untuk derajat pergantian ion nikel dan litium. Dengan meningkatnya rasio intensitas dari puncak 003 dan 104, maka derajat pergantian ion nikel dan litium akan menurun. Mereka juga melaporkan bahwa elektroaktif dari LiNiO2 menunjukkan split yang jelas pada garis 108 dan 110, dimana split tersebut muncul pada pola XRD pada sudut difraksi sekitar 2θ= 65°.
Pola XRD untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) yang dikalsinasi pada suhu 850°C selama 20 dan 40 jam menunjukkan pola difaktogram yang hampir sama seperti pada gambar 1 dan 2. Muncul puncak pada sudut difraksi 2θ= 18° dan 45°  yang merupakan puncak milik fase LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) dan puncak pada 2θ= 21° dan 32°  yang merupakan puncak fase Li2CO3. Semakin lama suhu kalsinasi maka kandungan Co dalam padatan tersebut semakin banyak sehingga intensitas dari fase LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) semakin tajam sedangkan intensitas pengotor semakin berkurang.
Mikrograf dari hasil SEM untuk padatan LiNi1-yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) yang dikalsinasi pada suhu 800°C selama 20 jam menunjukkan bahwa sampel terdiri dari partikel yang kecil dan lebar. Perbedaan ukuran partikel antara partiekl yang kecil dan yang lebar sangatlah luas. Padatan memiliki bentuk yang tidak seragam. Beberapa partikel mengalami aglomerasi dengan partikel yang kecil. Padatan -yCoO2 (y= 0.1, 0.3, dan 0.5) yang dikalsinasi pada suhu 800°C selama 40 jam juga dikarakterisasi menggunakan SEM. Hasil mikrograf menunjukkan juga bahwa sampel terdiri dari partikel yang kecil dan lebar. Ukuran partikel dari partikel yang lebar menjadi semakin lebar dengan dengan meningkatnya kandungan Co dari y= 0,1 ke y= 0,3 dan kemudian mengalami penurunan dari y= 0,3 ke y= 0,5. LiNi0,7Co0,3O2 memiliki ukuran partiekl yang terlebar, diikuti oleh LiNi0,9Co0,1O2.

Pengujian Kapasitas Muatan
Untuk mengetahui kapasitas muatan yang dapat tersimpan dalam senyawa LiNi1-yCoyO2 (y=0,1;0,3 dan 0,5) maka dilakukan pengujian kapasitas muatan dengan sistem potensiostatik dan galvanostatik. Sistem potensiometrik merupakan cara untuk mengetahui besar arus pada tegangan tetap. Potensial yang diberikan pada  3.2 dan 4.3 V. Sedangkan sistem galvanostatik digunakan untuk mendapatkan nilai kapasitas sel pada arus tetap. Kapasitas muatan dari elektroda dapat dihitung dengan rumus
C adalah kapasitas sell dalam Farad (F), I adalah muatan yang mengalir dalam Ampere (A), dan dV/dt muatan per waktu (Vs-1). Kapasitan muatan secara spesifik dirumuskan
Dimana m adalah berat elektroda pada material aktif. Faktor 2 merupakan total kapasitansi dari sel yang digunakan yang setara dengan dua elektroda (Shaijumon, 2008).
A
B
  
Gambar variasi kapasitas muatan pada 200mA/cm2 dengan jumlah siklus untuk LiNi1-yCoyO2 pada suhu 800°C (A) dan 850°C (B) selama 40 jam
            Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa LiNi1-yCoyO2 dengan y=0,3 memiliki kapasitas muatan yang lebih tinggi. Pada suhu 800°C LiNi0.5Co0.5O2  memiliki kapasitas 149.2   mAh/g atau 1.4mAh/g/siklus. Perubahan kapasitas muatan pada y=0,5 selama siklus mengalami penurunan yang lebih sedikit dibandingkan pada y=0,1 dan 0,3. Hal ini juga ditemukan pada hasil kalsinasi dengan suhu 850°C LiNi0.5Co0.5O2 memiliki kapasitas muatan yang paling tinggi. Jumlah siklus menyatakan berapa kali senyawa tersebut dilakukan uji kapasitas muatan. Jumlah pengurangan kapasitas muatan tiap siklus menyatakan bahwa senyawa tersebut lebih cocok untuk dijadikan sebagai bahan penyusun baterai isi ulang karena energi yang hilang lebih sedikit.
 BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang berjudul sintesis litium nikel kobalt oksida dari Li2CO3, NiO and Co3O4 dengan metode reaksi padat-padat (reaksi solid state) dapat ditarik kesimpulan bahwa LiNi1-yCoyO2 (y = 0.1, 0.3 dan 0.5) dapat disintesis melalui reaksi solid state pada  800° C and 850 ° C dari Li2CO3, NiO serta Co3O4 menghasilkan LiNi1-yCoyO2. Lamanya waktu kalsinasi dan suhu kalsinasi mempengaruhi puncak dari difaktogram XRD dan morfologi dari SEM. LiNi-1yCoyO2 yang dikalsinasi pada suhu 800 ° C selama 40 jam memiliki cycling performance paling baik yaitu 1.4 mAh/g/putaran siklus dan kapasitas muatan besar yaitu 147.6 mAh.